-->

Laksamana Ceng Ho Sang Penjelajah

Posting Komentar

Cheng Ho merupakan seorang penjelajah asal Tiongkok yang banyak melakukan pelayaran ke berbagai belahan dunia. Cheng Ho berasal dari Provinsi Yunnan di Tiongkok dan lahir dengan nama Ma He dan ia termasuk dalam kelompok suku Hui.

Suku Hui di Tiongkok terkenal sebagai kelompok yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. Cheng Ho merupakan sosok yang sangat pemberani dan tangguh dan kemudian ia menjadi orang kepercayaan Kaisar Yong Lee (kaisar ketiga Dinasti Ming).

Cheng Ho juga akrab disapa Kasim San Bao yang dalam bahasa Fujian juga disebut San Po, Sam Poo. Sehingga ia kini juga terkenal dengan nama Sam Po Kong yang melakukan sebanyak tujuh kali pelayaran termasuk ke wilayah Nusantara.

Ia melakukan pelayaran sebagai perwakilan kaisar Tingkok untuk membangun hubungan baik dengan kerajaan di luar Tingkok. Kisahnya yang melegenda dengan armada lautnya yang besar menjadi perbincangan di seluruh negeri.


Berikut merupakan jejak sejarah laksamana Cheng Ho di nusantara dan pengaruh ajaran islam yang dibawanya.

1. Cheng Ho diangkat menjadi laksamana dan ditugaskan untuk menjelajahi samudera untuk memperluas pengaruh kekuasaan Tiongkok

Laksamana Cheng Ho: Jejak Penjelajah Muslim Tiongkok di Nusantarakyotoreview.org/Kong Yuanzhi

Saat usianya masih tergolong muda, Cheng Ho dibawa oleh pasukan kekaisaran China yang menyerang sukunya. Kemudian ia diangkat menjadi kasim atau tentara pengawal di Nanying.

Oleh karena keberanian dan kecerdasannya dalam berdiplomasi, ia diangkat menjadi orang kepercayaan Pangeran Yan. Kemudian Pangeran Yan yang kemudian naik menduduki tahta kekaisaran Dinasti Ming memberi tugas baru kepada Cheng Ho dengan mengangkatnya menjadi seorang laksamana.

Sebagai sosok yang pemberani Cheng Ho mengemban tugas untuk menjelajahi wilayah samudera sebagai perwakilan kaisar. Kaisar sangat senang dan bangga sekali terhadapnya karena ini dinilai sebagai salah satu cara untuk mengembalikan kejayaan Tingkok setelah jatuhnya dinasti Mongol di tahun 1368.

Kemudian ia memulai ekspedisinya di tahun 1405 dengan membawa armada laut yang sangat besar sepanjang sejarah. Pelayaran pertamanya meliputi daerah Champa atau kini Vietnam, Jawa, Palembang, Laut Aru, Malaka dan beberapa daerah lainnya.

Perjalanan ekspedisi Cheng Ho merupakan yang terbesar sepanjang sejarah dengan melibatkan ratusan armada kapal dan puluhan ribu orang dalam berbagai keahlian.

2. Laksamana Cheng Ho yang menyinggahi kawasan pesisir nusantara tidak hanya menjalankan misi diplomatik tetapi juga menetap sejenak di kawasan tersebut

Laksamana Cheng Ho: Jejak Penjelajah Muslim Tiongkok di Nusantarakyotoreview.org/Kong Yuanzhi

Tercatat dalam sejarah bahwa Cheng Ho melaksanakan misi pelayaran sebanyak tujuh kali. Dalam tujuh kali pelayaran tersebut hampir seluruhnya Cheng Ho melewati kawasan nusantara.

Rombongan Cheng Ho sering berhenti sejenak di daerah yang mereka singgahi dan bahkan beberapa anggotanya ada yang menetap dan tinggal di daerah tersebut. Kemudian mereka mengenalkan pengetahuan dan kebudayaan Tingkok dan agama Islam ke penduduk setempat.

Pada abad ke-15 Cheng Ho meninggalkan jejak peradaban khususnya di nusantara. Kelebihan cara diplomasi Tiongkok melalui Cheng Ho menyebabkan ia dapat dengan mudah diterima masyarakat nusantara.

Masyarakat nusantara yang memang memiliki sifat terbuka dapat dengan mudah menerima kedatangan Cheng Ho dengan sama sekali tidak merasa sedang dijajah. Mereka juga merasa diuntungkan dengan adanya perdagangan dan amannya wilayah mereka dari gangguan para bajak laut.

Science Discovery12 Jul 19 | 14:20

Laksamana Cheng Ho: Jejak Penjelajah Muslim Tiongkok di Nusantara

Sosok pemimpin yang patut menjadi contoh

Cheng Ho merupakan seorang penjelajah asal Tiongkok yang banyak melakukan pelayaran ke berbagai belahan dunia. Cheng Ho berasal dari Provinsi Yunnan di Tiongkok dan lahir dengan nama Ma He dan ia termasuk dalam kelompok suku Hui.

Suku Hui di Tiongkok terkenal sebagai kelompok yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. Cheng Ho merupakan sosok yang sangat pemberani dan tangguh dan kemudian ia menjadi orang kepercayaan Kaisar Yong Lee (kaisar ketiga Dinasti Ming).

Cheng Ho juga akrab disapa Kasim San Bao yang dalam bahasa Fujian juga disebut San Po, Sam Poo. Sehingga ia kini juga terkenal dengan nama Sam Po Kong yang melakukan sebanyak tujuh kali pelayaran termasuk ke wilayah Nusantara.

Ia melakukan pelayaran sebagai perwakilan kaisar Tingkok untuk membangun hubungan baik dengan kerajaan di luar Tingkok. Kisahnya yang melegenda dengan armada lautnya yang besar menjadi perbincangan di seluruh negeri.


Berikut merupakan jejak sejarah laksamana Cheng Ho di nusantara dan pengaruh ajaran islam yang dibawanya.

1. Cheng Ho diangkat menjadi laksamana dan ditugaskan untuk menjelajahi samudera untuk memperluas pengaruh kekuasaan Tiongkok

Laksamana Cheng Ho: Jejak Penjelajah Muslim Tiongkok di Nusantarakyotoreview.org/Kong Yuanzhi

Saat usianya masih tergolong muda, Cheng Ho dibawa oleh pasukan kekaisaran China yang menyerang sukunya. Kemudian ia diangkat menjadi kasim atau tentara pengawal di Nanying.

Oleh karena keberanian dan kecerdasannya dalam berdiplomasi, ia diangkat menjadi orang kepercayaan Pangeran Yan. Kemudian Pangeran Yan yang kemudian naik menduduki tahta kekaisaran Dinasti Ming memberi tugas baru kepada Cheng Ho dengan mengangkatnya menjadi seorang laksamana.

Sebagai sosok yang pemberani Cheng Ho mengemban tugas untuk menjelajahi wilayah samudera sebagai perwakilan kaisar. Kaisar sangat senang dan bangga sekali terhadapnya karena ini dinilai sebagai salah satu cara untuk mengembalikan kejayaan Tingkok setelah jatuhnya dinasti Mongol di tahun 1368.

Kemudian ia memulai ekspedisinya di tahun 1405 dengan membawa armada laut yang sangat besar sepanjang sejarah. Pelayaran pertamanya meliputi daerah Champa atau kini Vietnam, Jawa, Palembang, Laut Aru, Malaka dan beberapa daerah lainnya.

Perjalanan ekspedisi Cheng Ho merupakan yang terbesar sepanjang sejarah dengan melibatkan ratusan armada kapal dan puluhan ribu orang dalam berbagai keahlian.

2. Laksamana Cheng Ho yang menyinggahi kawasan pesisir nusantara tidak hanya menjalankan misi diplomatik tetapi juga menetap sejenak di kawasan tersebut

Laksamana Cheng Ho: Jejak Penjelajah Muslim Tiongkok di Nusantarakyotoreview.org/Kong Yuanzhi

Tercatat dalam sejarah bahwa Cheng Ho melaksanakan misi pelayaran sebanyak tujuh kali. Dalam tujuh kali pelayaran tersebut hampir seluruhnya Cheng Ho melewati kawasan nusantara.

Rombongan Cheng Ho sering berhenti sejenak di daerah yang mereka singgahi dan bahkan beberapa anggotanya ada yang menetap dan tinggal di daerah tersebut. Kemudian mereka mengenalkan pengetahuan dan kebudayaan Tingkok dan agama Islam ke penduduk setempat.

Pada abad ke-15 Cheng Ho meninggalkan jejak peradaban khususnya di nusantara. Kelebihan cara diplomasi Tiongkok melalui Cheng Ho menyebabkan ia dapat dengan mudah diterima masyarakat nusantara.

Masyarakat nusantara yang memang memiliki sifat terbuka dapat dengan mudah menerima kedatangan Cheng Ho dengan sama sekali tidak merasa sedang dijajah. Mereka juga merasa diuntungkan dengan adanya perdagangan dan amannya wilayah mereka dari gangguan para bajak laut.


3. Jejak-jejak peninggalan Cheng Ho masih banyak ditemui hingga kini

Laksamana Cheng Ho: Jejak Penjelajah Muslim Tiongkok di Nusantaranst.com.my/Muh Hatim Ab Manan

Dalam catatan sejarah sebanyak tujuh kali pelayaran Cheng Ho menyinggahi daerah Palembang. Ia banyak menumpas bajak laut di kawasan perairan Palembang dan menciptakan ketertiban di kawasan tersebut.

Jejak peninggalannya di Palembang yang terkenal adalah berupa masjid bergaya arsitektur China yang diberi nama mesjid Muhammad Cheng Hoo. Masjid ini didirikan untuk mengenang kunjungan Cheng Ho dan pengaruh agama Islam yang dibawanya.

Jejak peninggalannya ada juga di Surabaya yang juga diberi nama yang sama seperti mesjid yang di Palembang. Mesjid ini juga dibangun untuk mengenang kunjungan Cheng Ho di kota Surabaya. Selain itu, juga terdapat peninggalannya di daerah kecamatan Lasem, Rembang, Jawa Tengah yang memiliki kesenian batik.

Batik lasem di daerah ini menurut sejarah pertama kali diperkenalkan oleh salah satu juri mudi kapal Cheng Ho bernama Bi Nan Un dan istrinya Na Li Ni yang memutuskan tinggal di Lasem.

Kemudian di Semarang juga memiliki jejak sejarah yang terkait dengan armada Cheng Ho yaitu kelenteng Sam Poo Kong. Selain itu juga armada Cheng Ho sempat singgah di Cirebon dan Sunda Kelapa. Di sana ia memberikan peninggalan berupa sembilan piring dengan kaligrafi Ayat Kursi yang masih ada hingga kini.

4. Kunjungan Cheng Ho mendorong proses Islamisasi di sejumlah daerah di Nusantara

Laksamana Cheng Ho: Jejak Penjelajah Muslim Tiongkok di Nusantarajejakpiknik.com/kemenag

Selain diplomasi dan perdagangan memang secara tidak langsung Cheng Ho juga mengenalkan agama Islam ke penduduk Nusantara. Armada Cheng Ho mengunjungi daerah Nusantara yang mengalami peralihan era dari kerajaan Hindu-Budha ke era kerajaan Islam. Cheng Ho yang beragama Islam dan mayoritas rombongannya yang juga pemeluk Islam turut berperan dalam penyebaran agama Islam di sejumlah daerah pesisir Nusantara.

Tiongkok dipercaya menjadi salah satu sumber islamisasi di nusantara melalui pelaut-pelaut asal Tiongkok. Memang bukan tujuan utama Cheng Ho untuk membawa pengaruh islam ke nusantara, karena pada awalnya ia hanya menjalankan tugas diplomatik dan politik. Namun, secara tidak langsung ia dan rombongannya memberi dampak besar terhadap perkembangan islam di Nusantara.

5. Cheng Ho adalah seorang pemimpin yang mampu menaklukkan samudera dengan cara damai

Laksamana Cheng Ho: Jejak Penjelajah Muslim Tiongkok di Nusantaraplanetarios.com

Misi perjalanan Cheng Ho menjelajahi samudera menjadikan banyak jejak-jejak peninggalan Cheng Ho di nusantara. Penjelajahan ini menggabungkan perjalanan bisnis eksplorasi dan diplomasi damai ke berbagai penjuru dunia.

Bukan dengan jalan perang, tetapi Cheng Ho mengenalkan diplomasi dengan pengetahuan dan pertukaran budaya. Selain jejak budaya, ada pula jejak peninggalan yang masih dirasakan hingga kini.

“Kami telah mengarungi lebih dari seratus ribu li (sekitar 65.000 km) kawasan air yang luas. Dan memperhatikan banyak gelombang setinggi gunung. Kami juga telah bertatapan dengan wilayah-wilayah yang sangat jauh, dan tersembunyi dalam kabut tipis kebiruan, saat layar-layar kami terkembang laksana awan di siang dan malam hari.” (Laksamana Cheng Ho, 1371-1435)

Terdapat banyak jejak sejarah dan pengaruh sosial budaya peninggalan Laksamana Cheng Ho. Namun secara umum, kunjungan Laksamana Cheng Ho ke nusantara yang berlangsung damai ikut berperan dalam dua aspek penting perkembangan masyarakat di nusantara.

Pertama, dalam penyebaran agama islam yang dipeluk Laksamana Cheng Ho dan anggota rombongan ekspedisinya. Kedua, masuknya pengaruh budaya dan peradaban Tiongkok di banyak daerah di wilayah nusantara.

Tanggap 11 Juli 1405, tepat hari ini 616 tahun silam, adalah hari pertama kapal-kapal Cina di bawah komando Laksamana Cheng Ho mulai berlayar ke gugusan negeri antah-berantah. Samudra Barat, begitu mereka menyebut lautan luas yang kelak diberi nama Samudra Hindia, samudra yang melindungi Nusantara. Dari situlah kemudian muncul cerita turun-temurun yang tersebar di sejumlah wilayah pesisir di Indonesia, dari Selat Malaka hingga sepanjang tepian Pantai Utara Jawa. Kisah tentang seorang laksamana gagah dari Dinasti Ming yang pernah singgah bersama armada besarnya. Orang Cina yang memimpin rombongan itu adalah Muslim sejak lahir. Tidak banyak orang Cina yang memeluk Islam saat itu. Agama terbesar yang dianut rakyat pada masa Dinasti Ming adalah Buddha, kemudian Tao, Khonghucu, dan kepercayaan lokal. Sementara agama Islam hanya dianut oleh segelintir orang, salah satunya orang-orang dari Suku Hui.


Dari Kasim Menjadi Komandan Maritim Nama aslinya Zheng He,

 kemudian dikenal sebagai Cheng Ho. 

Ia lahir di Yunnan pada 1371. Suku Hui adalah salah satu dari 5 suku terbesar di Cina. Kebanyakan orang Hui memeluk Islam karena kerap bersinggungan dengan saudagar dari Persia (Iran) dan Arab sejak abad ke-7 Masehi (Michael Dillon, China's Muslim Hui Community, 2013:45). Tahun 1381, Yunnan diserbu oleh balatentara Dinasti Ming. Zheng He alias Cheng Ho yang saat itu masih berusia 10 tahun ikut tertangkap dan dibawa ke pusat pemerintahan Kekaisaran Cina di Nanjing. Di masa-masa itulah ia dikebiri dan menjadi kasim. Cheng Ho ditugaskan sebagai pelayan di kediaman salah seorang pangeran Dinasti Ming, Pangeran Yan (Zhu Di) namanya, yang nantinya menjelma sebagai salah satu kaisar terbaik dalam sejarah Cina. 

Kesetiaan dan kecakapan Cheng Ho membuatnya tumbuh menjadi orang kepercayaan sekaligus penasihat sang pangeran (Louise Levathes, When China Ruled the Seas, 1996). Pangeran Yan sering melibatkan Cheng Ho dalam banyak peristiwa penting, termasuk di berbagai pertempuran. Cheng Ho menjadi tangan kanan Pangeran Yan saat meraih kemenangan besar atas Mongol pada 2 Maret 1390 (Edward L. Dreyer, Zheng He: China and the Oceans in the Early Ming, 2007:16). 

Ia juga berperan besar dalam membantu sang pangeran merebut takhta Kekaisaran Cina. Pangeran Yan akhirnya menduduki singgasana Dinasti Ming pada 1402 dan sejak saat itu dikenal sebagai Kaisar Yongle (1402-1424). Cheng Ho pun mendapat jabatan tinggi di kerajaan. Ia diangkat menjadi panglima yang paling diandalkan sang kaisar, jabatan yang membawanya menjadi laksamana penjelajah samudra, termasuk menyambangi Kepulauan Nusantara. Baca juga: 15 Masjid yang Mengabadikan Cheng Ho di Indonesia Misi Penjelajahan Samudra Pada tahun ketiga masa pemerintahannya, Kaisar Yongle memerintahkan Cheng Ho untuk mengarungi lautan.

Tujuan utama ekspedisi ini adalah memperluas pengaruh Cina di belahan benua lainnya, akan tetapi tidak memakai cara kekerasan, melainkan dengan jalan perdagangan dan saling bertukar buah tangan dengan negeri-negeri yang dikunjungi. Armada yang dipersiapkan tidak sembarangan. Sebanyak 307 kapal dan lebih dari 27.800 orang dilibatkan dalam petualangan besar itu. Setidaknya 62 kapal besar, ditambah 190 kapal lain yang berukuran lebih kecil dan sisanya kapal-kapal tambahan. (Dreyer, 2007: 122-124). 

Selain perbekalan yang terdiri dari berbagai macam barang, termasuk bahan pangan seperti sapi, kambing, dan ayam, kapal-kapal tersebut juga mengangkut komoditas yang akan dijual atau dibarter di negeri tujuan, seperti emas, perak, porselen, dan terutama kain sutera (Shih-Shan Henry Tsai, 

Akhirnya, perjalanan panjang pun dimulai. Armada laut raksasa pimpinan Laksamana Cheng Ho berlayar mengarungi samudra dan berlangsung dalam beberapa kali periode. Salah satu tujuan ekspedisi Dinasti Ming ini adalah mengunjungi kerajaan-kerajaan di daratan sekitar Samudra Hindia yang namanya telah samar-samar terdengar. Jejak Cheng Ho di Nusantara Setidaknya ada 7 periode yang menjadi masa-masa pelayaran armada Cina yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho, berlangsung hampir mencapai tiga dekade, antara tahun 1405 hingga 1433. Sebagian besar dari periode itu, kapal-kapal niaga utusan Dinasti Ming singgah di berbagai negeri di kawasan Asia Tenggara, termasuk Nusantara. Periode pertama (1405-1407), misalnya, armada Cheng Ho yang mengarungi Laut Cina Selatan mampu mencapai Jawa setelah terlebih dulu merapat di Champa (sekarang wilayah Vietnam). 

Dari pesisir utara Jawa, rombongan ini melanjutkan pelayarannya ke barat, menuju Sumatra, lalu menyusuri Selat Malaka, berlanjut ke Srilanka dan India, sebelum kembali ke Cina. Sebagian besar dari 7 periode pelayaran armada Cheng Ho selalu mengunjungi Nusantara dan singgah bahkan menetap sejenak untuk berniaga di sejumlah wilayah, kecuali ekspedisi ke-6 (1421-1422) yang fokus untuk menjelajahi kawasan Afrika Timur dan Timur Tengah. Kong Yuanzhi (2011:61) 

Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara mencatat beberapa wilayah atau kerajaan di Indonesia yang dikunjungi armada dari Dinasti Ming itu dalam periode berbeda, di antaranya adalah Jawa (Kerajaan Majapahit), Palembang, Aceh (Kerajaan Lamuri dan Samudera Pasai), Kalimantan, dan pulau-pulau lainnya di Nusantara. Pada 1406, armada Cheng Ho mengunjungi Majapahit dengan berlabuh di Tuban. Selanjutnya menyusuri Pantai Utara Jawa dan singgah di beberapa kota pelabuhan, termasuk Semarang, Cirebon, dan Sunda Kelapa (Dhurorudin Mashad, 

Kapal-kapal Cina itu melanjutkan perjalanan ke barat dan sempat merapat di Palembang, Riau, Aceh, hingga Malaka. Setelah itu, armada Cheng Ho beberapa kali ke Nusantara dalam periode yang relatif berdekatan, yakni pada 1408, 1409, 1413, dan 1416. Kunjungan terakhir Cheng Ho ke Nusantara adalah pada 1430, ketika usianya sudah hampir mencapai 60 tahun. Tiga warsa berselang, sang laksamana meninggal dunia. Cheng Ho datang ketika Nusantara, terutama di Jawa dan Sumatra, sedang menatap masa peralihan dari era kerajaan Hindu-Buddha ke Islam. Cheng Ho disebut-sebut berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam di Nusantara yang nantinya menjadi agama mayoritas di Indonesia meskipun ia adalah orang asli Cina, bahkan duta resmi Dinasti Ming. 

Armada

Perbandingan sela kapal jung Cheng Ho ("kapal harta") (1405) dengan kapal "Santa Maria" Colombus (1492/93)

Armada ini terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut. Terdiri dari kapal akbar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga sampai bertiang layar sembilan buah. Kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 meter dan luas 160 feet atau 50 meter. Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian mampu disembelih untuk para anak buah kapal selama di perjalanan. Selain itu, juga membawa begitu banyak bambu Tiongkok sbg suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tak ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.

Kepulangan

Dalam ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik beragam penghargaan dan utusan lebih dari 30 kerajaan - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf untuk kaisar Tiongkok. Pada kala pulang Cheng Ho membawa banyak barang-barang berharga diantaranya kulit dan getah pohon Kemenyan, batu permata (ruby, emerald dan lain-lain) bahkan beberapa orang Afrika, India dan Arab sbg bukti perjalanannya. Selain itu juga membawa pulang beberapa binatang asli Afrika termasuk berpasangan jerapah sbg hadiah dari aib satu Raja Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah mati dalam perjalanan pulang.

Rekor

Majalah Life menempatkan laksamana Cheng Ho sbg nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai masa zaman ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan beragam pelabuhan.

Cheng Ho yaitu penjelajah dengan armada kapal paling banyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan paling banyak sepanjang masa sampai kala ini. Selain itu dia yaitu pimpinan yang arif dan bijaksana, mengingat dengan armada yang begitu banyaknya dia dan para anak buahnya tak pernah menjajah negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.

Semasa di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.

Laksamana Cheng Ho, ternyata punya banyak nama, antara lain :Zheng He, The Ho, Sam Po (Sam Bao), Sam Po Kong (San Bao Gong), Sam Po Taijin (San Bab Da ren), Sam Po Toa Lang, dan Sam Po Tai Kam (San Bao Taijian). Adapun nama aslinya adalah Ma He

Cheng Ho sendiri adalah sebuah nama yang diberikan oleh Ming Cheng Tzu atau yang lebih dikenal dengan Kaisar Yong Le (Kaisar Zhu Oi), kaisar ke-23 Dinasti Ming yang berkuasa di Tiongkok dari 1403 -1424.

Jalinan persahabatannya dengan sang kaisar menghantarkan kepadanya anugerah jabatan tinggi dan nama keluarga baru, Cheng. Maka disebutlah dengan nama Cheng Ho.

Menurut sejarah resmi Dinasti Ming (Mingsi), Cheng Ho dilahirkan tahun 1371 M di Distrik Kunyang, Provinsi Yunnan, wilayah yang sudah lama dihuni oleh pemeluk Islam. la dilahirkan dari keluarga miskin etnis Hui di Yunnan. Hui adalah komunitas muslim Cina berdasarkan campuran Mongol-Turki. Ayahnya bernama Ma Hazhi (Haji Ma). Ibunya bermarga Wen.

Yang menarik, ahli sejarah bernama Prof Haji Lie Shishou, Cheng Ho disebut-sebut sebagai keturunan Nabi Muhammad saw. Dikatakan, nenek moyang Cheng Ho adalah utusan duta besar negeri Bukhara yang bernama Sayid Syafii (Sumber: Sabili No. 13 TH. XVI 15 Januari 2009 / 18 Muharram 1430, hal 114-121 [Edisi Khusus “The Great Muslim Traveler”])

Adapun silsilah Laksamana Cheng Ho, yang umumnya beredar adalah sebagai berikut :

Cheng Ho (Zheng He, Ma He, Ma Sanbao atau Haji Mahmud Shams 1371–1433) bin Mi-Li-Jin (Ma HaZhi ) bin Mi-Di-Na bin Bai-Yan bin Na-Su-La-Ding bin Sau-Dian-Chi (Sayid Syamsuddin atau Sayid Ajall) bin Ma-Ha-Mu-Ke-Ma-Nai-Ding bin Ka-Ma-Ding-Yu-Su-Pu bin Su-Sha-Lu-Gu-Chong-Yue bin Sai-Yan-Su-Lai-Chong-Na bin Sou-Fei-Er (Sayid Syafi’i) bin An-Du-Er-Yi bin Zhe-Ma-Nai-Ding bin Cha-Fa-Er bin Wu-Ma-Er bin Wu-Ma-Nai-Ding bin Gu-Bu-Ding bin Ha-San bin Yi-Si-Ma-Xin bin Mu-Ba-Er-Sha bin Lu-Er-Ding bin Ya-Xin bin Mu-Lu-Ye-Mi bin She-Li-Ma bin Li-Sha-Shi bin E-Ha-Mo-De bin Ye-Ha-Ya bin E-Le-Ho-Sai-Ni bin Xie-Xin bin Yi-Si-Ma-Ai-Le bin Yi-Bu-Lai-Xi-Mo bin Hou Sai-Ni bin Fatimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad… (sumber : Diskusi Facebook).

Banyak muncul analisa, diantaranya ada yang memaknai Yi-Bu-Lai-Xi-Mo sebagai Ali Zainal Abidin, putra dari Sayidina Husein, namun pendapat ini sangat lemah, karena nama Yi-Bu-Lai-Xi-Mo, jika di arabkan lebih dekat dengan nama Ibrahim.

Namun muncul persoalan, karena jika dicocok-kan dengan catatan para ahli nasab, Sayyidina Husein tidak memiliki putera yang bernama Ibrahim. Jadi siapakah yang dimaksud dengan Yi-Bu-Lai-Xi-Mo (Ibrahim) ini ? dan apa hubungannya dengan  Hou Sai-Ni (Sayidina Husein).

Rekonstruksi Silsilah

Melalui tulisan di situs myalexanderwathern.blogspot.com, sang penulis artikel mencoba mencocokan, nama nama dalam Silsilah Laksmana Cheng Ho, ke dalam bahasa Arab, diperoleh :

01. Muhammad (Nabi Muhammad)

02. Fatimah (Fatimah Az Zahra)

03. Hou-Sai-Ni (Saiyidina Husain)

04. Yi-Bu-Lai-Xi-Mo (Ibrahim)

05. Yi-Si-Ma-Ai-Le (Ismail)

06. Xie-Xin

07. E-Le-Hou-Sai-Ni (Al-Husaini)

08. Ye-Ha-Ya (Yahya)

09. E-Ha-Mo-De (Ahmad)

Di dalam, catatan ahli nasab, nama Ibrahim merupakan cucu dari Sayyidina Husein, yaitu melalui puterinya yang bernama Syarifah Fatimah binti Husein ra. Dimana nama dari ayah Ibrahim, adalah Sayyid Hasan al-Muthanna bin Sayidinan Hasan bin Sayidina Ali ra. (suami Fatimah Az-Zahra binti Muhammad Rasulullah).

Jika analisa ini benar, artinya Laksamana Cheng Ho tergolong Ahlul Bayt (jalur Nasab) berasal dari Sayyidina Hasan (saudara kandung Sayyidina Husein).

Analisa ini semakin kuat, setelah diperoleh informasi Sayyid Ibrahim (Yi-Bu-Lai-Xi-Mo), memiliki anak bernama Ismail (Yi-Si-Ma-Ai-Le), bahkan salah satu keturunannya dikenal sebagai Keluarga Al Mahmood, yang saat ini banyak berada di Bahrain, Saudi Arabia, UEA dan Qatar…

Melalui penyelusuran lebih lanjut, kita bisa menemui di situs genealogy geni,com, terdapat nama : ahmad bin al-Hadi ila’l-Haqq Yahya bin Hussain ar-Rassi bin al Qasim bin Ibrahim bin Ismail bin Ibrahim al-jamr bin Hasan Muthanna bin Hasan bin Ali ra… 

(sumber : ahmad – geni.com).

Dengan menyelaraskan kepada nama-nama yang terdapat di dalam Silsilah Laksmana Cheng Ho, nampaknya Ahmad bin al-Hadi ila’l-Haqq Yahya, sangat mungkin  merupakan E-Ha-Mo-De (Ahmad) bin Ye-Ha-Ya (Yahya).

Sehingga diperoleh informasi Silsilah Laksamana Cheng Ho, setelah direkonstruksi adalah…

01. Muhammad (Nabi Muhammad), berputeri

02. Fatimah az Zahra, yang bersuamikan Ali (Saiyidina Ali ra.), berputera

03. Hou-Sai-Ni (Saiyidina Husain), berputeri

04. Fatimah binti Saiyidina Husain, yang bersuamikan Sayyidina Hasan al Muthanna bin Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali ra… , berputera

05. Yi-Bu-Lai-Xi-Mo (Ibrahim al Jamr), berputera

06. Yi-Si-Ma-Ai-Le (Ismail), berputera

07. Ibrahim, berputera

08. Xie-Xin (al Qasim), berputera

09. E-Le-Hou-Sai-Ni (Al-Husaini ar Rassi), berputera

10. Ye-Ha-Ya (al-Hadi ila’l-Haqq Yahya), berputera

11. E-Ha-Mo-De (Ahmad), … dan seterusnya sampai kepada Laksamana Cheng Ho…

WaLlahu a’lamu bishshawab

Catatan Penambahan :


1. Nasab Laksamana Cheng Ho (setelah direkonstruksi)…


01. Cheng Ho (Zheng He atau Haji Mahmud Shams 1371–1433) bin

02. Mi-Li-Jin (Ma HaZhi ) bin

03. Mi-Di-Na (Madina) bin

04. Bai-Yan bin

05. Na-Su-La-Ding (Nasruddin) bin

06. Sau-Dian-Chi (Sayyid Syamsuddin atau Sayyid Ajall) bin

07. Ma-Ha-Mu-Ke-Ma-Nai-Ding (Mahmud Kamaluddin) bin

08. Ka-Ma-Ding-Yu-Su-Pu (Kamaluddin Yusuf) bin

09. Su-Sha-Lu-Gu-Chong-Yue bin

10. Sai-Yan-Su-Lai-Chong-Na bin

11. Sou-Fei-Er (Sayyid Syafi’i) bin

12. An-Du-Er-Yi bin

13. Zhe-Ma-Nai-Ding (Zainal Abidin) bin

14. Cha-Fa-Er (Ja’far) bin

15. Wu-Ma-Er (Umar) bin

16. Wu-Ma-Nai-Ding (Aminuddin) bin

17. Hu-Fu-Ding bin

18. Mu-Xie (Musa) bin

19. Gu-Bu-Ding (Gulbuddin) bin

20. Ha-San (Hasan) bin

21. Yi-Si-Ma-Xin bin

22. Mu-Ba-Er-Sha (Muhammad Basya) bin

23. Lu-Er-Ding (Jamaluddin) bin

24. Ya-Xin (Yasin) bin

25. Mu-Lu-Ye-Mi bin

26. She-Li-Ma (Salim) bin

27. Li-Sha-Shi bin

28. E-Ha-Mo-De (Ahmad) bin

29. Ye-Ha-Ya (al-Hadi ila’l-Haqq Yahya) bin

30. E-Le-Ho-Sai-Ni (Al-Husaini ar Rassi) bin

31. Xie-Xin (Qasim) bin

32. Ibrahim bin

33. Yi-Si-Ma-Ai-Le (Ismail) bin

34. Yi-Bu-Lai-Xi-Mo (Ibrahim al Jamr) bin

35. Hasan al-Muthanna [menikah dengan Syarifah Fatimah binti Hou Sai-Ni (Husein bin Ali ra.)] bin

36. Hasan bin

37. Fatimah Az-Zahra (istri dari Ali ra.) binti

38. Nabi Muhammad


# Urutan Silsilah (terkecuali no.32,35 dan 36), bersumber dari :

Kong Yuanzhi, Cheng Ho – “Muslim Tionghoa, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara”, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011,ms. 37 (myalexanderwathern.blogspot,com)…

# Data silsilah berdasarkan buku “Ahlul Bait Rasulullah SAW & Kesultanan Melayu”, tidak terdapat urutan 17 dan 18. Jadi urutan 16 [Wu-Ma-Nai-Ding (Aminuddin)], adalah putera urutan 19 [Gu-Bu-Ding (Gulbuddin)]…


2. Leluhur Laksamana Cheng Ho, yang bernama Ye-Ha-Ya (al-Hadi ila’l-Haqq Yahya), kemungkinan identik dengan Muhammad al-Hadi Yahi bin Hussain bin al-Qassim al-Mursi bin Ibrahim Tabataba bin Ismail bin Ibrahim bin al-Hasan al-Muthana bin al-Hasan bin Ali ra., sebagaimana terdapat di dalam genealogy Keluarga Al Mahmood…

3. Dengan berpedoman kepada silsilah diatas, antara.. (06) Sau-Dian-Chi (Sayyid Syamsuddin atau Sayyid Ajall) (1211–1279) sampai kepada (29) Ye-Ha-Ya (al-Hadi ila’l-Haqq Yahya)  (859 – August 19, 911), terdapat jarak sekitar 352 tahun. Dengan mengambil rata-rata antara generasi sekitar 20-30 tahun, maka Sayyid Ajall diperkirakan adalah generasi ke 12 sampai ke 17, dari Ye-Ha-Ya (Yahya).

Akan tetapi, berdasarkan data yang disusun oleh Kong Yuanzhi, Sayyid Ajall adalah generasi ke-23 dari Ye-Ha-Ya, artinya ada kemungkinan terdapat “generasi yang berlebih”, sekitar 6-11 generasi.

4. Jalur Nasab dari Ye-Ha-Ya sampai kepada Ali ra, bisa terlihat melalui perbandingan 3 Silsilah berikut :

Perhatikan persamaan nama-nama berikut :

1. Silsilah Laksamana Cheng Ho :

28. E-Ha-Mo-De (Ahmad) bin

29. Ye-Ha-Ya (Yahya) bin

30. E-Le-Ho-Sai-Ni (Al-Husaini) bin

31. Xie-Xin (Qasim) bin

32. ……..

33. Yi-Si-Ma-Ai-Le (Ismail) bin

34. Yi-Bu-Lai-Xi-Mo (Ibrahim) bin

35. …….

36. …….

37. Fatimah (isteri Ali ra)

(Sumber : Kong Yuanzhi, Cheng Ho – “Muslim Tionghoa, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara”, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011,ms. 37)

2. Silsilah dalam keluarga Al Mahmood :

28. ……..

29. Muhammad al-Hadi Yahi bin

30. Hussain bin

31. al-Qassim al-Mursi bin

32. Ibrahim Tabataba bin

33. Ismail bin

34. Ibrahim bin

35. al-Hasan al-Muthana bin

36. al-Hasan bin

37. Ali

(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Al_Mahmood)

3. Silsilah Ahmad bin al-Hadi ila’l-Haqq Yahya :

28. Ahmad bin

29. al-Hadi ila’l-Haqq Yahya bin

30. Hussain ar-Rassi bin

31. al Qasim bin

32. Ibrahim bin

33. Ismail bin

34. Ibrahim al-jamr bin

35. Hasan Muthanna bin

36. Hasan bin

37. Ali ra

(sumber https://www.geni.com/people/Ahmad/4413238907970084634)

Dari berbagai Sumber


Semoga Postingan Ini Bermanfaat😇

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter